Strategi dan Kebijakan Kemendikbud dalam Pendidikan Tinggi (Perguruan Tinggi) di masa pandemi, sejalan dengan kebijakan Peraturan Menteri mengenai ruang lingkup dari Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) yang tertuang pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 109 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh Pada Pendidikan Tinggi. Pada masa Pandemi Covid-19 kali ini pemerintah dan berbagai intansi pemerintahan melakukan dan menyarankan agar pembelajaran pada pendidikan tinggi dilakukan secara online dnegan menggunakan berbagai platform. Karena bagaimanapun PJJ merupakan solusi untuk memecahkan masalah keterbatasan ruang dan fasilitas dalam menerapkan physical distancing. Sejalan dengan penerapan kebijakan tersebut Kemendikbud sendiri memiliki prinsip dalam hal ini yaitu Kesehatan dan Keselamatan bagi tenaga pendidik, mahasiswa, dan satuan pendidikan. Prinsip tersebut tertuang pada SE Mendikbud: Bekerja Dari Rumah, Belajar Dari Rumah, Ibadah dari Rumah dan SE No.4 Tahun 2020 tentang Pembelajaran Darurat pada masa covid-19.
Langkah yang dilakukan dikti pada hal ini diantaranya meliputi Efisiensi dan Realokasi Anggaran, yang mana pada hal ini anggaran di larikan untuk mitigasi pandemic, bantuan FK dan RSP mengatas pandemic, serta pemotongan anggaran untuk percepatan penanganan.
Berbagai langkah yang dilakukan dikti diantaranya adalah:
Rencana arah kebijakan yang dilakukan oleh kemendikbud meliputi:
Pembelajaran Daring yang dilakukan harus memenuhi beberapa aspek yang harus dipastikan, yang mana hal ini mengikuti arahan dari Kemendikbud, aspek tersebut meliputi:
Identifikasi resiko memiliki tujuan untuk mengidentifikasi hal-hal, kejadian ataupun situasi yang mungkin terjadi yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi termasuk penyebab dan sumber resiko, deskripsi kejadian resiko dan dampaknya terhadap tujuan organisasi. Kebijakan Kemendikbud dalam Pendidikan Tinggi (Perguruan Tinggi) yang ditujukan untuk mengatasi masalah pembelajaran pada masa pandemic Covid-19, memiliki beberapa faktor yang dinilai dapat mempengaruhi implementasi kebijakan, terutama pada fasilitas atau sistem yang digunakan pada proses pembelajaran.
Adapun beberapa resiko yang timbul dalam implementasi Kebijakan Kemendikbud Pendidikan Tinggi, antara lain:
Langkah selanjutnya adalah menentukan indeks skala resiko yang bertujuan untuk meninjau seberapa besar resiko tersebut memberikan dampak pada kebijakan. Masing-masing resiko yang timbul pada Kebijakan Kemendikbud dalam Pendidikan Tinggi tersebut akan ditentukan skala indikator tinggi, sedang maupun rendah. Berikut adalah hasil penentuan skala pada resiko Kebijakan Kemendikbud dalam Pendidikan Tinggi:
Pembelajaran pada saat kuliah setiap instansi perguruan tinggi menerjemahkannya sering kali berbeda (sesuai kondisi dan keadaan instansi masing – masing). |
TINGGI |
Pembelajaran saat daring membutuhkan fasilitas yang mumpuni, mayoritas mahasiswa kesulitan mengakses secara daring (platform e – learning). Ada beberapa factor seperti mahasiswa kesulitan sinyal atau platform yang dimiliki instansi tersebut sering melakukan maintence atau error.
|
TINGGI |
Ada beberapa mahasiswa yang tidak memiliki fasilitas (laptop).
|
SEDANG |
Adanya program Merdeka Belajar (Kampus Merdeka), seringkali mengalami kesulitan dengan pihak – pihak yang terkait. Contohnya Program Magang/Praktik Kerja, Membangun Desa, Pertukaran Pelajar (yang harus dilakukan secara daring).
|
SEDANG |
Penyampaian materi secara E – Learning seringkali mahasiswa mengalami learning lost.
|
TINGGI |
Sistem penilaian yang tidak terbuka kepada mahasiswa dan banyaknya tugas yang diberikan.
|
SEDANG |
Resiko yang ditimbulkan oleh kebijakan Perguruan Tinggi di masa pandemi terkait pembelajaran jarak jauh harus segera diatasi karena mayoritas memiliki skala indikator resiko tinggi. Apabila resiko tersebut tidak segera diatasi, dapat menyebabkan dampak negatif yang berkelanjutan seperti penurunan capaian akademik atau prestasi (penurunan kualitas) dari mahasiswa akibat terjadinya learning lost dalam menerima pembelajaran atau materi yang telah disampaikan; pembelajaran di Perguruan Tinggi menjadi tidak efektif karena belum meratanya fasilitas (berupa jaringan internet, tersedianya listrik, dsb) disetiap daerah Indonesia, terutama daerah 3T (terdepan, terpencil, dan tertinggal); waktu pembelajaran yang dilaksanakan berkurang karena adanya batasan waktu dalam penggunaan platform virtual sebagai media pembelajaran; mahasiswa mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi saat pelaksanaan PJJ karena banyaknya beban penugasan dari pengajar, sehingga banyak mahasiswa yang mengalami stress; selain meningkatkan rasa stress dan jenuh, PJJ secara berkelanjutan berpotensi merubah mahasiswa menjadi pasif, kurang kreatif dan produktif, serta dapat pula menurunkan minat belajar mahasiswa; dan pelaksanaan PJJ juga dapat memicu ketimpangan atau kesenjangan social yang berdampak pada kualitas pembelajaran, mengingat tidak semua mahasiswa memiliki fasilitas lengkap dan memadai (gawai/smartphone/gadget, laoptop/komputer) untuk mengakses media pembelajaran.
Untuk meminimalisir dampak dari kebijakan perguruan tinggi di masa pandemi terkait pelaksanaan PJJ, maka perlu ditetapkan beberapa alternatif seperti pemberhentian pelaksanaan PJJ dan mengaktifkan kembali pembelajaran tatap muka (offline) dengan protokol kesehatan yang ketat; apabila PJJ tetap diberlakukan, pihak pemerintah dan perguruan tinggi (baik negeri maupun swasta) perlu mengembangkan inovasi pembelajaran yang variatif (bekerjasama dengan pihak platform seperti google); Perguruan tinggi perlu melaksanakan evaluasi rutin (melalui survei yang diupload dalam SIM akademik perguruan tinggi) antara pengajar dan mahasiswa terkait kendala/masalah/hambatan yang dihadapi selama proses pembelajaran; Pemerintah perlu melakukan relaksasi dana BOS dan BOP untuk perguruan tinggi negeri serta memberikan bantuan kepada mahasiswa yang keterbatasan dalam akses teknologi.
Monitoring yang penulis ambil disini menggunakan metode wawancara dengan beberapa mahasiswa yang terkena dampak secara langsung dengan pembelajaran jarak jauh yang sedang di lakukan oleh pemerintah, dari hasil wawancara yang dilakukan dapat
Jika ditarik kesimpulan maka ada beberapa mahasiwa belum dapat mengakses kebutuhan perkuliahan dengan baik seperti pengiriman tugas atau mengunduh materi yang dosen siapkan maupun yang mandiri di laman setiap Universitas, Selain ke efektifan dan pengawasan dari setiap dosen maupun tenaga pengajar yang susah mengendalikan setiap tingkat kepahaman mahasiswanya akan timbul permasalahan dampak yang di paparkan diatas sudah banyak bermunculan dan perlu adanya tindak lanjut agar dampak ini tidak meluas.
Berdasarkan apa yang dilihat secara langsung apa yang di inginkan dengan adanya pembelajaran jarak jauh sudah tercapai yaitu berjalanya pembelajaran di tengah pandemi akan tetapi ada banyak permasalahan yang baru timbul dari adanya pembelajran jarak jauh yang dimana sangat menggangu aktifitas belajar mengajar walaupun manfaat pembelajaran jarak jauh ini sangat bermanfaat yang dimana bisa di ikuti saat mahasiswa sakit tanpa harus ijin untuk beristirahat tapi tidak terpungkiri bahwa ada bebrapa kelompok yang merasa di rugikan dengan adanya kebijkan ini yaitu mahasiwa yang merasa kurang paham akan materi bahkan pedagang sejitar kampus berdsarkan apa yang di lihat dari kasus di atas.
Solusi yang penulis bisa tawarkan adalah:
PENULIS DAN PENGANALISIS:
Junita Prasasti Ardini Putri, Nabilla Larasati, Ingesti Lady Rara P., Futiha Muaddib, Kresna SL , M. Raul