Tentang Mahasiswa

Minggu, 21 Maret 2021 - 08:39:28 WIB
Dibaca: 1017 kali

Tentang Mahasiswa

PENGARUH TIGA PILAR KEMAMPUAN PEMERINTAHAN DALAM MEREALISASIKAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOAL’s PADA ASPEK KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN
Nabilla Larasati / 1111800171
 

Dalam masa Repelita I ternyata bahwa dari 1.000 orang penduduk, rata-rata 45 orang di antaranya menderita sakit. Anak-anak berumur di bawah 1 bulan merupakan kelompok umur yang paling banyak menderita sakit,  kemudian disusul oleh kelompok umur 1 bulan hingga 4 tahun. Penyebab-penyebab utama adalah infeksi saluran pernapasan, termasuk TBC, infeksi kulit, diarrhea, malaria, dan penyakit mata. Ternyata pula terdapat rata-rata kematian 20 orang dari setiap 1.000 penduduk untuk setiap tahunnya. Lima puluh persen dari jumlah  kematian tersebut terdiri dari anak-anak di bawah umur 5 tahun. Penyakit-penyakit yang merupakan penyebab utama kematian adalah diarrhea pada anak-anak, infeksi saluran pernapasan, TBC, typhus, penyakit jantung, kanker, dan kekurangan gizi. 
Nampaknya isu kesehatan dan kesejahteraan akan terus menjadi sebuah persoalan yang tidak akan ada habisnya. Dunia merespon permasalahan ini dengan membuat agenda tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals). Pemimpin dunia secara resmi mengesahkan pada 25 September 2015 bertempat di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).  Kurang lebih 193 kepala negara hadir, termasuk Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla turut mengesahkan Agenda SDGs. Dengan mengusung tema "Mengubah Dunia Kita: Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan", SDGs yang berisi 17 Tujuan dan 169 Target merupakan rencana aksi global untuk 15 tahun ke depan (berlaku sejak 2016 hingga 2030), guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. SDGs berlaku bagi seluruh negara (universal), sehingga seluruh negara tanpa kecuali negara maju memiliki kewajiban moral untuk mencapai Tujuan dan Target SDGs.

Salah satu tujuan SDG’s adalah Memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua. Diharapkan dengan adanya tujuan ini mencapai beberapa hal penting dalam kesehatan dan kesejahteraan, meliputi, Pada tahun 2030, mengurangi rasio angka kematian ibu menjadi kurang dari 70 per 100.000 kelahiran. Pada tahun 2030, mengakhiri kematian yang dapat dicegah pada bayi baru lahir dan balita, dimana setiap negara menargetkan untuk mengurangi kematian neonatal setidaknya menjadi kurang dari 12 per 1000 kelahiran dan kematian balita menjadi serendah 25 per 1000 kelahiran Pada tahun 2030, mengakhiri epidemi AIDS, tuberculosis, malaria, dan penyakit tropis lainnya dan memerangi hepatitis, penyakit yang ditularkan lewat air dan penyakit menular lainnya Pada tahun 2030, mengurangi sepertiga dari kematian dini yang disebabkan oleh penyakit tidak menular, melalui tindakan pencegahan dan pengobatan serta menaikkan kesehatan mental dan kesejahteraan. Memperkuat pencegahan dan pengobatan dari penyalahgunaan zat berbahaya, termasuk penyalahgunaan narkotika dan penggunaan yang berbahaya dari alcohol Pada tahun 2020, secara global mengurangi setengah dari angka kematian dan cedera akibat kecelakaan lalu lintas. Pada tahun 2030, memastikan akses universal terhadap layanan kesehatan sexual dan reproduksi, termasuk untuk perencanaan, informasi, dan pendidikan keluarga, dan mengintegrasikan kesehatan reproduksi kedalam strategi dan program nasional. Mencapai cakupan layanan kesehatan universal, termasuk lindungan resiko finansial, akses terhadap layanan kesehatan dasar yang berkualitas dan akses terhadap obatobatan dan vaksin yang aman, efektif, berkualitas dan terjangkau bagi semua. Pada tahun 2030, secara substansial mengurangi angka kematian dan penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia berbahaya dan juga polusi dan kontaminasi udara, air dan tanah. 
Sustainable Development Goals sendiri tidak terlepas dengan yang namanya  Dynamic Governance. Dynamic Governance merupakan sebuah istilah yang dikaitkan antara pemerintahan dan warga negara. Konsep dari Dynamic Governance adalah Dynamic (Dinamis) merupakan kemudahan dalam menyesuaikan diri dengan keadaan dan sebagainya. (KBBI V ). Sedangkan ( Boon, dan Geraldine (2007 : 52 )) Governance  sebagai “ the choosen path, policies, institutions and the resultant structures that collectively provide the incentives and constraints to facilitate or impede interactions that lead to economic progress and social wellbeing” (penentuan berbagai kebijakan, institusi dan struktur yang dipilih, yang secara bersama mendorong untuk memudahkan interaksi kearah kemajuan ekonomi dan kehidupan sosial lebih baik. Selanjutnya, dari makna tersebut,  Boon dan Geraldine merumuskan Dynamic Governance sebagai “to how these choosen paths, policies, institutions, and structures adapt to an uncertain and fast changing envinronment so that they remain relevant and effektif in achieving the long-term desired outcomes of society”(bagaimana bekerjanya berbagai kebijakan, institusi dan struktur yang telah dipilih sehingga dapat beradaptasi dengan ketidakmenentuan dan perubahan lingkungan yang cepat sehingga kebijakan, institusi dan struktur tersebut tetap relevan dan efektif dalam pencapaian keinginan jangka panjang masyarakat).
Berdasar dari pemahaman di atas, dapat disimpulkan bahwa, pemerintahan yang dinamis adalah pemerintah yang bertindak secara progresif dan adaptif guna mewujudkan hasil yang efektif bagi daerah dan masyarakat yang dipimpinnya.  Dynamic Governance sendiri mempunyai tiga pilar kemampuan suatu pemerintahan yaitu berpikir ke depan (thinking ahead), berpikir lagi (thinking again), dan berpikir lintas batas (thinking across) guna menghasilkan suatu perubahan nyata. 
Selain itu dalam SDG’s sendiri juga tidak dapat terlepas dari Interconnected Governance. Interconnected memiliki arti timbal balik dari suatu hubungan yang saling berkaitan satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan Governance (Collins, 2009) adalah tindakan cara, atau sistem dalam sebuah pemerintahan. Berdasar pemahaman diatas dapat disimpulkan bahwa Interconnected Governance merupakan sebuah hubungan timbal balik dalam sebuah sistem pemerintahan. 
Interconnected Governance dengan tiga pilar kemampuan pemerintahan yang meliputi berpikir ke depan (thinking ahead), berpikir lagi (thinking again), dan berpikir lintas batas (thinking across) sangat berguna dalam merealisasikan SDG’s dalam tujuan Kesehatan dan Kesejahteraan untuk mencapai target mengakhiri epidemi AIDS, tuberculosis, malaria, dan penyakit tropis lainnya dan memerangi hepatitis, penyakit yang ditularkan lewat air dan penyakit menular lainnya. Salah satu penerapan tiga pilar  dapat dibuktikan dalam kasus Malaria. Menurut data statistik rumah sakit, angka kematian (CFR) penderita yang disebabkan malaria untuk semua kelompok umur menurun drastis dari tahun 2004 ke tahun 2006 (dari 10,61% menjadi 1,34%). Namun dari tahun 2006 sampai tahun 2009 CFR cenderung meningkat hingga lebih dua kali lipat. Hal ini perlu menjadi perhatian dan dilakukan evaluasi agar dapat diketahui penyebab meningkatnya angka kematian dan dilakukan upaya pencegahannya (hal ini termasuk dalam thingking again). Dari kasus ini upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sejak tahun 2007 dapat dipantau dengan menggunakan indikator Annual Parasite Incidence (API). Hal ini sehubungan dengan kebijakan Kementerian Kesehatan mengenai penggunaan satu indikator untuk mengukur angka kejadian malaria, yaitu dengan API. Pada tahun 2007 kebijakan ini mensyaratkan bahwa setiap kasus malaria harus dibuktikan dengan hasil pemeriksaan sediaan darah dan semua kasus positif harus diobati dengan pengobatan kombinasi berbasis artemisinin atau ACT (Artemisinin-based Combination Therapies). API dari tahun 2008 – 2009 menurun dari 2,47 per 1000 penduduk menjadi 1,85 per 1000 penduduk. Bila dilihat per provinsi dari tahun 2008 – 2009 provinsi dengan API yang tertinggi adalah Papua Barat, NTT dan Papua terdapat 12 provinsi yang diatas angka API nasional. (hal ini masuk dalam thinking across). Dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 pengendalian malaria merupakan salah satu penyakit yang ditargetkan untuk menurunkan angka kesakitannya dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk. Dari gambar diatas angka kesakitan malaria (API) tahun 2009 adalah 1,85 per 1000 penduduk, sehingga masih harus dilakukan upaya efektif untuk menurunkan angka kesakitan 0,85 per 1000 penduduk dalam waktu 4 tahun, agar target Rencana Strategis Kesehatan Tahun 2014 tercapai (dalam hal ini termasuk dalam thinking ahead). 
Berdasarkan uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa, Sustainable Development Goal’s tidak dapat terlepas dari Dynamic Governance beserta tiga pilar kemampuan pemerintahan dan juga tidak terlepas dengan Interconnected Governance. Berdasarkan fakta yang tercantum diatas terlihat bahwa untuk menentukan suatu kebijakan harus menggunakan acuan tiga pilar yaitu berpikir ke depan (thinking ahead), berpikir lagi (thinking again), dan berpikir lintas batas (thinking across) guna menghasilkan suatu perubahan yang nyata. 


Untag Surabaya || FISIP Untag Surabaya || SIM Akademik Untag Surabaya || Elearning Untag Surabaya